Gereja di Wamena |
Kebanyakan dokma di ajarkan oleh Gereja Modern terhadap Gereja Tradisional (umat Pribumi/kepercayaan terhadap adat) bahwa kehadiran Gereja Modern di Papua membawa kabar suka cita atau membawa terang Kristus atas gegelapan. Cara pandang yang ambisius mestinya dikontekstualkan.
Deskripsi dari terang itu apa?
Apakah Papua dahulu dalam kegelapan iman dan kepercayaan ataukah bumi ini yang gelap, atau warna kulit yang hitam, tentu 1000% tidak. Sebab, taurat Allah telah berwahyu dalam masing-masing suku bangsa di atas tanah ini bersetubuh dengan Allah dalam sebuah keyakinan yang sakral atau disebut dengan adat. Normatif sama seklai tidak dipandang Papua dahulu dalam kegelapan. Peperangan dan lain-lain merupakan prisnsip global untuk mempertahankan kewibaaan dan eksistensi masing-masing suku dan bagian dari penghayataan terhadap Tuhan.
Kehadiran gereja modern justru mengusir jauh dan menghancurkan tatanan nilai-nilai dan norma-norma hakiki yang dimiliki secara turun temurun atau keyakinan dasar yaitu menjauhkan hubungan manusia bersatu dengan Tuhan, hubungan manusia bersatu dengan leluhur, hubungan manusia bersatu dengan alam ciptaan, hubungan manusia bersatu dengan leluhur dan hubungan manusia bersatu dengan diri sendiri. Misalnya dahulu para sending/misionaris masuk ke Papua untuk menyebarkan ajaran agama modern, mereka kagaget atas lumbung harta dan kekayaan yang terkandungnya. Dalam perjalanan penyebaran Firman, mereka (sending dan misionaris) jua manfaatkan untuk mencuri dan merebut hak kesulungan (harta dan kekayaan abadi/ batu delima, emas, perak dll, membawa lari ke daerah asalnya. Kini harta-harta yang dicuri tersebut dijadikan sebagai deposito hidup yang abadi dikampung asal mereka. Orang Papua terjajah dan menangis akan hak kesulungannya.
Alkitab/Injil tidak bisa dipersalahkan, sebab itu kebenaran Firman. Prilaku yang menafsirkan ajaran yang tidak kontektual terhadap tauran-taurat Allah yang ada di atas tanah Papua sejak penciptaan manusia, tanah dan segala isinya bagian dari ciptaan yang merupakan misteri inkarnasi Allah. Mestinya kehadiran gereja Modern harus menyempurnakan taurat bukan menghancurkan atau mengeksploitasi taurat.
Barisan Gereja Modern hari ini ada diatas tanah Papua, Gereja yang feodal, gereja yang kapitalis, gereja yang menjajah para warga umatnya. Gereja selalu menari-nari diatas darah, penderitaan dan air mata karenabuta hati. Juba Allah yang dipakai untuk altar menjelamatkan justru terbaik, malah melindungi penjajah dan gerja bagian dari aktor penjajah.
Persatuan umat Allah dengan Tuhan di atas tanah Papua melalui pintu inkulturasi (gereja masuk dalam tatanan adat dan budaya Papua/gereja masuk dalam taurat asli) kemudian membangun karya mungkin ada pintu penyelamatan. Gereja tidak bisa mempertahan posisi atau eksistensi dengan mengambil status Quo. Itu hampa kosong yang tidak tuai jika ditabur firmannya.
Karena pewartaan yang salah, perilaku yang salah, dokma yang salah. Orang Papua harus ini tidak jadi terang, namun justru sangat suram dalam gegelapan yang mendalam (angka kematian tinggi, kriminalitas tinggi, angka kelahiran dibatasi, penyakit mematikan merajalelah, keserakahan hidup tinggi, jual tanah sembarangan, para hamba Tuhan meninggalkan ladang dan lain-lain), ini kondisi objektif yang sedang di alami.
Kapan suara kebenaran yang berpihak akan terjadi. Sebab Umat Allah diciptakan diatas tanah ini tidak dipandang sebagai pembebas namun diciptakan sebagai umat Allah yang Bebas. Refleksi iman dan pengharapan kita akan kebebasan mesti secara mendalam untuk kita bisa bebas dari penjajahan gereja Mordern dengan penafsiran firman yang ambigu.
Sumber FB: Libero Jeckline
0 komentar:
Post a Comment